Setidaknya sudah 15 tahun ini, pabrikan otomotif mengaplikasi teknologi diesel common rail dan menerapkannya pada mobil-mobil produksi mereka. Inilah teknologi terbaru yang menyempurnakan mekanisme suplai bahan bakar sehingga konsumsi bahan bakar lebih efisien serta lebih bertenaga.
Dibandingkan dengan diesel konvensional, teknologi common rail tentu punya banyak keunggulan. Namun di sisi lain juga punya konsekuensi yang tidak bisa diabaikan.
Bagaimana sesungguhnya cara kerja diesel common rail? Apa perbedaannya dengan diesel konvensional? Mari kita pahami poin-poin berikut ini agar Otofriends semakin paham:
Sistem common rail adalah mekanisme penyaluran bahan bakar solar dari tangki ke dalam ruang bakar secara langsung, dengan bantuan perangkat elektronik sebagai pengontrol volume bahan bakar yang disuplai.
Cara kerja common rail pada mobil diesel kira-kira hampir sama dengan EFI (Electronic fuel injection) pada mesin bensin.
Seperti kita tahu, saat ini mobil bermesin bensin teknologi injeksi sudah lazim menggantikan teknologi karburator. Begitu pula pada mesin diesel, terutama pada mobil-mobil penumpang terbaru, rata-rata juga sudah menerapkan common rail.
Cara diesel common rail bekerja diawali dengan adanya pompa bertekanan tinggi (high pressure pump) yang mengisap bahan bakar dari tangki. Setelah bahan bakar melalui pompa, tekanan bahan bakar naik hingga mencapai high pressure accumulator atau pipa rail.
Perangkat electronic diesel control (EDC) kemudian mengatur agar timing serta durasi injeksi bahan bakar tetap sesuai dengan kebutuhan mesin. Semuanya diukur dengan tepat.
Dari proses inilah barulah bahan bakar dibakar dalam ruang bakar. Pembakaran inilah yang membuat mobil dapat melaju. Dan akan tersendat jika pembakarannya terganggu.
Fungsi utama common rail adalah memastikan agar injeksi bahan bakar tetap berjalan. Namun di samping itu, ada beberapa fungsi lain, seperti:
Common rail bertugas menyuplai bahan bakar bagi mesin. Bahan bakar disimpan di tangki bahan bakar dan diambil pada saat dibutuhkan.
Agar bisa digunakan, bahan bakar pada tangki bahan bakar memerlukan tekanan dalam jumlah tertentu. Nah, common rail melalui pompa memberi tekanan pada bahan bakar agar dapat mencapai high pressure accumulator.
Bahan bakar yang telah diberi tekanan harus disalurkan pada silinder-silinder mesin agar mobil bisa tetap berjalan. Common rail-lah yang mendistribusi bahan bakar melalui pipa rail.
Injeksi bahan bakar harus dilakukan dengan timing serta durasi yang tepat. Pengaturan dilakukan oleh EDC sebagai bagian dari common rail yang menyesuaikan dengan langkah kerja silinder mesin.
Perbedaan antara common rail dan mesin diesel konvensional ada pada sistem kontrol bahan bakar.
Diesel konvensional masih mengandalkan gerakan kabel besi penghubung dari pedal gas, putaran komponen yang bisa menggeser pintu besar atau kecilnya solar.
Artinya sistemnya masih mekanikal. Semakin dalam pedal gas diinjak, semakin banyak bahan bakar yang dikirimkan.
Sementara pada common rail, mulai dari injakan pedal gas, rpm mesin, panas mesin, dan lain-lain; diatur oleh sensor. ECU atau komputerlah yang menentukan waktu dan jumlah solar yang disemprotkan, sesuai kebutuhan mesin.
Hal ini yang membuat mesin diesel common rail lebih efisien dan bertenaga dibanding mesin diesel konvensional.
Pemakaian common rail yang notabene relatif lebih canggih tentu punya konsekuensi tersendiri. Karena jalur lubang injektor sangat kecil, maka dituntut penggunaan bahan bakar berkualitas tinggi yang rendah sulfur.
Penggunaan bahan bakar (solar) berkualitas buruk bisa membuat lubang dan jalur tersumbat sehingga kinerja mesin terganggu.
Penting juga untuk servis berkala agar semua komponen mesin bisa dibersihkan dan dicek kelayakannya. Pada saat servis inilah, filter solar akan dibersihkan dari kotoran yang mengendap untuk mencegah kotoran masuk ke ruang bakar mesin.
Bagikan