Kita tahu di pasaran saat ini tersedia dua jenis aki kendaraan bermotor yakni aki basah dan aki kering. Meski ada sedikit perbedaan soal spesifikasi teknisnya, namun fungsi keduanya sama yakni memberi pasokan listrik pada berbagai perangkat di kendaraan.
Pada mobil-mobil keluaran terbaru dengan teknologi modern, kebutuhan akan pasokan listrik dari aki juga semakin tinggi. Ini mengingat semakin banyak perangkat yang membutuhkan listrik, seperti ECU, sistem hiburan, lampu-lampu tambahan, sampai charging untuk beraneka gadget.
Nah, mana yang lebih cocok untuk Otofriends? Yuk kita simak 4 hal yang perlu dipertimbangkan berikut dari Otospector:
Antara aki basah dan aki kering terdapat perbedaan dalam hal perawatan. Pada aki basah, kita harus selalu mengecek kondisi air aki agar tidak kurang dari batas minimumnya.
Pengecekan minimal harus dilakukan minimal sebulan sekali. Faktor cuaca dan suhu udara bisa mempercepat berkurangnya air aki.
Sementara aki kering boleh dikata bebas perawatan. Karena itu jenis aki ini disebut juga sebagai maintenance free (MF).
Namun meski sifatnya bebas perawatan, bukan berarti aki tidak perlu ditengok sama sekali. Sama seperti aki basah, setidaknya setiap tiga bulan sekali kita wajib mengecek voltasenya di bengkel aki. Pengecekan dilakukan untuk memastikan tegangannya tetap cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik kendaraan sehari-hari.
Aki kering memang lebih simpel penggunaannya, tapi harganya jauh lebih mahal. Selisih harganya juga cukup lumayan, hingga sekitar 20 persen. Contoh, aki kering untuk Low MPV saat ini harganya berkisar Rp900 ribuan. Sementara untuk aki basahnya hanya berkisar Rp750 ribu.
Perbedaan harga dua jenis aki ini sangat dipengaruhi penggunaan teknologi dan materialnya. Jika pada aki basah digunakan timah antimoni, aki kering menggunakan timah kalsium yang lebih tahan penguapan. Aki kering juga disegel rapat sehingga cairan gel di dalamnya tidak akan bocor.
Di luar masalah teknis, sistem penjualan eceran aki kering juga berbeda dengan aki basah. Karena retailer juga harus memperhitungkan perawatan saat menjual aki kering.
Di balik kepraktisannya, aki kering punya usia pakai yang relatif lebih pendek, yakni sekitar 1-2 tahun saja. Sementara aki basah bisa mencapai 2-3 tahun, bahkan bisa lebih.
Usia pemakaian aki basah bisa semakin panjang bergantung kepada perawatannya, yakni menjaga agar volume air aki tidak tekor dan mengontrol voltase setiap waktu.
Sementara pada aki kering, tidak banyak yang bisa dilakukan. Paling tidak, agar usianya bisa maksimal, kita harus memastikan kinerja alternator yang akan mengubah putaran mesin ke bentuk listrik, serta fungsi regulator yang mengatur kestabilan arus pengisian, ada dalam kondisi baik.
Ketika tiba pada akhir usia pakainya, kinerja aki akan terasa melemah. Tanda-tandanya bisa dirasakan saat mobil akan distarter. Jika mesin mobil tidak langsung nyala dan terasa ada penundaan sekian detik, itulah tanda-tanda aki sudah harus diganti.
Pada aki kering, jarak antara tanda-tanda pelemahan hingga aki mobil mati total ini bisa sangat dekat. Bahkan bisa sekitar satu harian saja. Karena itu begitu terasa ada pelemahan, aki harus langsung diganti secepatnya.
Agak berbeda dengan aki basah yang ternyata masih bisa bertahan cukup lama, bisa sampai beberapa hari, meski aki sudah menunjukkan tanda-tanda akan mati total.
Dari fakta-fakta itu dapat disimpulkan, ketersediaan waktu pemilik kendaraan dalam merawat mobil sehari-hari, akan sangat menentukan pilihan jenis aki yang cocok.
Jika pemilik memiliki cukup waktu untuk perawatan rutin kendaraan, ada keleluasaan dalam memilih, baik aki basah maupun kering. Namun aki basah bisa jadi pilihan yang sangat ekonomis dengan manfaat yang begitu optimal.
Sementara aki kering mungkin cocok bagi mereka yang tidak punya banyak kesempatan dan kemampuan untuk merawat kendaraan. Nah, Otofriends termasuk golongan yang manakah?
Bagikan